Semalam aku tak bisa tidur karena esok adalah hari yang kau janjikan untuk berkunjung ke rumah. Doa dan keinginan segalanya mulai terucap pelan. Tentang segala semoga yang tak pernah padam. Juga tentang segala keinginan tentang masa depan.
Aku masih setia menunggumu di depan rumahku. Sudah kubuatkan makanan kesukaanmu. Sudah kubuatkan teh hangat untuk menghangatkan tubuhmu. Hari ini udara sedang dingin, gerimis masih belum kunjung berhenti. Dan aku mulai merasa kedinginan.
Ingatan masalalu mulai melintas tanpa sengaja. Aku teringat saat hujan turun kala itu. Naik motor berdua, aku pegang erat tubuhmu dan menertawai hal yang tidak penting. Bajumu basah perlahan, tubuhmu mulai menggigil dan kau dengan sengaja membunyikan suara – suara orang kedinginan. Haha itu sangat lucu.
Percakapan – percakapan kecil yang selalu terjadi. Percakapan tentang hidup bersama, ingin cincin yang seperti apa, mau menikah pakai adat mana, mau foto wedding yang seperti apa, kalau sudah hidup satu rumah yang masak siapa, yang beres – beres siapa, yang ganti popok siapa. Aku yang menunggumu pulang kerja untuk makan bersama. Menonton tv bersama dan bercerita tentang segala hal tentang hari hari penat yang terjadi. Percakapan kecil dengan harapan yang besar.
Tapi aku masih tidak mengerti, apakah kau benar jodohku atau bukan. Mungkin hari ini aku bisa mengetahui keseriusanmu. Sebab tak hanya sekali kau bimbang. Sejujurnya, kebimbanganmu membuatku tak karuan. Aku harap hari ini aku bertemu dengan sebuah kejelasan.
Hari mulai terang, kabut mulai menghilang, dan kamu pun datang.
Ayah dan Ibu menyambutmu dengan senyuman yang tak kalah. Sesekali ayah membenarkan bajunya yang sedikit kusut karena sempat tertidur kelelahan.
Kamu tersenyum seperti mengatakan, “hai sayang, aku datang”. Kamu lebih rapi dari biasanya. Rambutmu juga lebih tertata. Aku rasa, hari ini memang hari yang tak akan pernah kulupakan. Mengingat janji – janji yang pernah kau ucapkan, dan hari ini adalah saatnya semua janjimu terpenuhi.
Tapi mengapa matamu mengisyaratkan hal lain?