Untukmu, Tuan Pemarah

Ini untukmu Tuan, aku bersyukur bertemu denganmu, aku bersyukur kita pernah sama sama berjuang. Untuk 2014-2017 ini, aku merasakan hal yg sangat luar biasa, bagiku. Entah bagimu. Aku merasa jadi orang yg sangat beruntung. Aku merasa menjadi tuan putrimu yg selalu kau sanjung. Dan di tiap kali kau tanyakan, “kenapa kau begitu mencintaiku?”. Jawabku tetap sama, “aku tidak tahu.” Yang aku rasa, denganmu aku merasa cukup. Dan yang aku tau, didepan nanti masih banyak liku. Dan harapan bersatu akan sedikit tergoncang dengan waktu. “aku sayang kamu, kamu sayang aku. Terapkan saja seperti itu.” katamu. Kita hanya perlu menjaga, bukan?

Tuan, saat kau bertanya, “mengapa selalu ingin bertemu denganku?” dan aku hanya bisu, percayalah didalam hatiku sudah menjawab malu-malu. Tuan, aku akan menjawab, “aku akan menghabiskan sela waktuku untukmu. Selama aku sanggup, selama aku mampu. Aku hanya perempuan yang selalu dipeluk rindu, Tuan. Dan juga, seperti yang kau pahami, jodoh hanya Tuhan menghendaki. Jadi, jika kita tidak, dan kejadian pahitnya adalah kita sudah, setidaknya aku sudah menikmati setiap jamnya bersamamu, meski hanya 24jam dalam satu minggu! Aku sudah puas karena aku sudah melakukan yang ku mampu. 

Dan ketika kau berkata, “jangan terlalu mencintaiku.” Benar memang kita tidak dibolehkan mencintai berlebihan pada sesama makhluk. Tapi, kenapa kau membuatku selalu jatuh-jatuh dan jatuh hati padamu. Aku hanya wanita yang hanya mampu mencintaimu, Tuanku.  Ijinkan aku untuk tetap berharap, suatu hari nanti meski tak ada yg menjamini, aku masih ingin kita ikati sampai umur tak muda lagi. Terimakasih, untuk waktu yg kita lalui bersama. Jangan ada kata “tapi” untuk menyayangku. Dan untukmu, Tuan Pemarah, jangan hanya sekedar singgah. 

Semarang, 27/03/17, 19.01

Teruntuk Kau, Perempuan

Selamat malam menjelang pagi, perempuan. Apa kabar? Maaf, aku tak mampu mengucapkan perkenalan awal kita bersua. Aku tak mengenalmu dengan cara yg benar. Tp dulu kau pernah masuk di kehidupanku di antara celah. Di Semarang sedang dingin, disana bagaimana? Jangan sakit, jangan minum mixagrip. Semoga kau sehat-sehat saja.

Sesore ini aku perlahan mengingat kembali bulan Februari. Saat-saat yg membuatku menepis tangis. Ketika sudah tidak sanggup untuk bangun dan berlari. Tak sanggup untuk menerima kenyataan kisah yg pahit. Yg bisa aku lakukan hanya mencaci maki diriku sendiri. Aku benci..

Hai, perempuan. Tulisan ini untukmu. 

Kau, perempuan yg mungkin masih menunggu dijemput. Yg mungkin masih merindu. Bahkan mungkin masih memikirkan dia seperti candu. Aku minta maaf untuk hal yg membuatmu sakit. Aku memisahkan hati yg mungkin akan mulai terakit. Aku minta maaf. Tapi denganmu, aku berterimakasih. Kehadiranmu membuatku belajar banyak hal. Dan membuatku mengerti apa yg selama ini tak sanggup aku pahami. Aku berterimakasih untukmu, perempuan. Karenamu, aku jadi mengingat diriku dimasa lalu. Katanya, kau mirip denganku saat awal pertemuanku dengannya, dulu, tahun 2014. Karenamu, aku belajar bersabar, berjuang, bahkan sampai dititik terpurukku, aku masih sanggup berkata, “aku tidak apa apa. Semua baik-baik saja”. Aku mencoba untuk menghiraukan semua tingkah. Tp aku kalah. Semua terlihat jelas dimataku. Aku tidak tau apa yg kau rasakan. Yang mungkin aku bisa mengerti adalah kau tidak bisa mengontrol perasaanmu sendiri. Kita semua salah, tapi kau tidak seharusnya lakukan itu padaku. Jangan katakan “tidak” tapi nyatanya “iya”. Dan kau tak perlu mencaci temanku. Caci saja aku. Katakan saja didepanku. Aku tidak peduli. Jika aku ingin, sudah ku maki kau lebih dulu. Tapi semua tidak ada gunanya. 

 Aku mencoba untuk tidak membenci siapapun. Bahkan denganmu yg sudah jelas-jelas membuatku sangat terpuruk dengan kata-kata yg kau ucapkan kala itu. Tapi, semua pertemuan tidak ada yg bisa disengaja bukan? Oleh karena itu, aku tidak mau menyalahkan siapapun. Karena berkat kehadiranmu pula aku belajar menjadi sosok yg lebih kuat dari sebelumnya. Terimakasih, semoga kelak kita bisa bertemu. 

Semarang, 22 Maret 2017, 22:46