Aku Rindu Aku yang Dulu

pergi kemana senyum itu?

pergi kemana rasa tenang, bangga, ambisi dan segala halnya.

aku rindu hari baik

aku rindu aku yang tak meragu

aku rindu aku yang tau mauku

aku rindu aku bermusik

aku rindu aku yang dulu

dimana bisa menghadapi semua orang

tanpa rasa cemas dan takut

aku rindu aku yang dulu

bahkan dikeramaian, aku tak meragu untuk melangkah

aku rindu aku yang dulu

ketika masih bisa kuat untuk mendengar meski tak ingin mendengarkan

aku rindu aku yang dulu

saat aku masih bisa memeluk hangat diri

Catatan Manusia Depresi #3

Aku penyintas depresi, ketika berhasil bicara malah ditanya “kok bisa? kurang bersyukur kali”

Aku penyintas depresi, ketika berhasil bicara ke orangtua malah dibilang, “masalah kamu apa sebenernya, gitu aja depresi”

Aku penyintas depresi, ketika kambuh dan tantrum malah dibilang CAPER

Aku penyintas depresi, yang harusnya minum obat setiap hari, malah ga boleh sama keluarga

Aku penyintas depresi, sering kena omel atasan karena ga bisa fokus

Aku penyintas depresi, sering dibilang, “kok ga sembuh sembuh?”

Aku penyintas depresi, udah kebal dibilang ga deket sama Tuhan

Aku penyintas depresi, ketika ditanya masalalu dibilang “masa lupa sihhh?” padahal sebagian memori hilang

Aku penyintas depresi, ketika cerita ke orang yang lebih tua “emang ngefek ke psikiater? jangan percaya”

Aku penyintas depresi, sendiri gapapa daripada rame bikin pusing

Aku penyintas depresi dan aku bersyukur bisa bertahan sampai sekarang.

Catatan Manusia Depresi #2

Lagi – lagi aku bicara dengan Tuhan, bagaimana hidupku besok? Apakah rencanaku untuk mengakhiri hidup sudah disetujui? atau aku harus terus menjalani dunia yg tak bisa benar – benar ku mengerti arahnya. kenapa aku harus terus bersama orang – orang yg tidak ku suka dan membuatku selalu merasa berat di setiap harinya. kenapa Tuhan lagi – lagi membawaku ke tempat yang sama dengan orang – orang yg sama pula?

Aku menghela nafas panjang. ku buka mataku dengan guling yang ku peluk erat. tanganku sibuk meraih handphone di sudut kasur. sudah berapa bulan ini aku jadi punya kebiasaan melamun setiap pagi. “apalagi yg akan aku lakukan ya hari ini? bingung..”. dan pertanyaan itu terus berputar dikepalaku. semua doa ku rapalkan untuk hidupku yg lebih baik. tapi pada kenyataannya, semua sama.

aku sudah kehilangan semua minat. padahal sebelum ini, sepertinya aku punya banyak hobi. menulis, menggambar, bermusik dan segala hal tentang seni lainnya. tapi sekarang hilang sudah rasa ingin melakukannya. dulu aku aktif di berbagai platform soundcloud, youtube, instagram yg isinya semua karya gambarku. setelah kulihat lagi, ternyata sudah 3 tahun aku tidak memperbarui apa – apa.

beberapa kali aku datang ke psikiater. dokter bilang aku mengidap major depression yang berlangsung lama dan bertahun – tahun. katanya jika tidak di tangani segera, akan sangat berdampak pada hari – hari ke depannya. entah penyakit ini sudah menjalar kemana. tapi, aku jadi punya rasa cemas berlebih tentang sesuatu yang belum tentu terjadi. bahkan sampai keringat dingin dan gemetaran. entah sejak kapan, ketika aku mendengar hal berisik, teriak, atau mendengar orang marah, secara tidak sadar aku menutup telinga dan kepalaku untuk sebisa mungkin tidak mendengar dan melihat. kalau boleh jujur, aku sempat bersembunyi di balik meja ketika mendengar teman kerja berseteru dengan partner kerjanya. aku menangis. seperti orang tak waras.

aku mulai mudah lupa. iya dari dulu aku sudah pelupa, tapi cenderung ke ceroboh. sekarang, aku cukup sering menanyakan sesuatu yg sebenarnya sudah kutanyakan beberapa menit yg lalu. sungguh ini menyiksa. aku tak ingat menaruh kunci motor sampai mau keluar rumah harus berkali – kali keluar masuk kamar karena lupa ini itu. ini juga jadi salah satu alasan aku jarang membicarakan orang lain, karena aku tak sepenuhnya ingat apa yg terjadi. daripada timbul fitnah dari hal yg tidak ku ingat, lebih baik aku diam pura – pura tak tau.

aku bertanya pada Tuhan, “Tuhan, bukankah selama ini aku sudah jadi anak baik? kenapa aku harus menjalani ini semua, Tuhan? bisakah suatu saat, bebanku ini hilang? karena sejatinya aku tak ingin benar – benar mati. aku hanya ingin beban dan tekanan ini hilang. Tuhan, engkau maha baik. bisakah suatu saat aku merasa tenang?”

lagi – lagi aku coba bicara dengan Tuhan, “Tuhan, aku sadar, dengan aku sakit, akan banyak orang yg sakit juga karenaku. mungkin aku akan membuat orang tak nyaman denganku, terlebih ketika aku sedang benar – benar menderita karenanya. tantrum yg tidak datang tanpa ketuk pintu dulu. tapi Tuhan, apakah penyebab aku begini karena ulahku atau orang – orang sekitarku? jika memang ini karena ulahku, aku akan menjalani ini sepenuhnya. tapi jika penyebabnya karena orang sekitarku, lantas kenapa harus aku yang bersusah payah untuk sembuh sendiri?”

aku teringat ucapan salah seorang teman, dia bilang, “jarang orang melihat apa sebenarnya penyebab penderita depresi. yg mereka titik beratkan selalu apa yg terjadi setelahnya, selalu efek yg terjadi padamu ke mereka. yg tadinya kamu bisa menerima dan melakukan apa yang mereka mau, ketika kamu merasa depresi dan menolak keinginan mereka, mereka tak merasa bersalah, justru lebih sering menyalahkanmu. kamu mulai merasa tidak adil. kamu selalu dianggap salah jika tak sesuai ekspektasi mereka. kamu mulai merasa tak adil, kenapa hanya kamu yang dianggap bermasalah? kenapa hanya kamu yang perlu disembuhkan? kenapa hanya kamu yang sibuk bolak – balik rumah sakit untuk temu janji dokter psikiater? kenapa bukan orang – orang yang menyebabkannya? kenapa mereka tak tahu diri dan tak merasa bersalah? apakah sebenarnya orang – orang ini adalah orang yang tidak mau menyembuhkan dirinya dan dengan mudah menularkannya ke orang lain? kamu tidak salah apa – apa.. kamu hanya sedang tidak beruntung.. jadi, jalani saja. bangkit lagi walaupun sesulit itu dijalani.”

aku menangis sejadi – jadinya.

dan dokterku pernah berkata, “orang – orang baik selalu berakhir disini. sebelum keluar dari pintu, usap air matamu, dan mulailah mencoba melangkah lebih ringan.”

Catatan Manusia Depresi #1

beberapa bulan terakhir, aku sering menulis catatan untuk diriku sendiri. setelah banyak hal yang aku lalui, perasaan – perasaan yang tidak pernah mau aku validasi, akhirnya aku mencoba belajar untuk pelan – pelan menerima diri.

aku tidak tau akan ada berapa orang yang akan membaca ini. karena sebenarnya aku ingin menulis untuk diriku sendiri. tapi jika ada yang membaca catatan ini, semoga kalian bisa mencapai ketenangan yang kalian inginkan.

banyak orang bilang depresi disebabkan karena kurang ibadah dan kurang istigfar. tapi untuk kalian yang bukan penderita, bukankah kalian tak tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan? bukankah kalian tak seharusnya berkata demikian?

aku setuju jika ada yang bilang depresi karena kurang ibadah, kalimat itu tidak salah tapi juga tidak dapat diterima serta merta karena tidak sedikit dari penderitanya sudah merasa selalu beribadah. disini ibarat ada angka 1 – 10 tapi tidak dijelaskan ada angka berapa untuk bisa mencapai angka 10. padahal ada 2, 3, 4, 5 dst. ya disini missing link-nya.

tapi, akupun setuju kalau depresi juga penyakit. analoginya, lagi sakit pasti akan susah makan, kalo dipaksa makan bisa muntah karena sistem tubuh sedang tidak bekerja sebagaimana mestinya. sama seperti depresi, sistem otak bekerja dengan sibuk dan acak. ketika sedang merasa demikian kemudian dinasehati, tidak akan masuk juga. bahkan ada seorang ustad yang berkata, kalau memang ada masalah mental, lebih baik konsultasi ke psikolog. sama seperti orang sakit yang berobat ke dokter. ini juga bentuk ikhtiar. berusaha dan berdoa.

jika harus dipukul rata kalau depresi itu kurang ibadah, lantas bagaimana dengan Nabi Yakub ayahanda Nabi Yusuf yang menangis sampai buta ketika mengetahui anaknya hilang. dan bagaimana Rasulullah yang kehilangan nafsu makan hingga jatuh sakit ketika istrinya, Khadijah meninggal dunia? Apakah mereka kurang ibadah? padahal beliau sangat luar biasa kan ibadahnya?

sama seperti dalam surat Maryam ayat 16-34, malaikat jibril yang diutus allah untuk menghibur Maryam saat beliau berasa depresi dibilang pezina karena mengandung Nabi Isa padahal beliau tidak pernah disentuh laki-laki. sampai Maryam berharap meninggal dan dilupakan saking tidak kuatnya dan terpaksa mengasingkan diri.

tapi coba lihat cara Allah selesaikan masalah Maryam ketika depresi, di ayat itu tidak diperintahkan ibadah, tapi disebutkan bahwa “jangan bersedih, Allah telah menyiapkan anak sungai dan kurma untukmu. makan, minum dan bersenang hatilah”

di ayat itu tidak disebutkan ibadah bukan berarti jadi tidak ibadah, ya mana mungkin seorang Maryam yg terkenal sebagai wanita mulia tidak ibadah? ibadah tentu jadi yang utama. hanya saja, “missing link”nya adalah bisa jadi kita diminta untuk merasakan ketenangan dulu, yang semestinya membuat kita terus mengingat dan menanamkan rasa syukur atas kebaikan Allah. untuk kemudian kita bisa khusyu’ dalam beribadah.

jadi aku harap, jika disekitarmu ada yang penderita depresi, jangan marahi mereka ketika tantrum, jangan minta mereka berhenti, jangan minta mereka istigfar atau apapun. biarkan mereka merasakan ketenangan dulu dengan didengar ceritanya. setelah mereka mencapai ketenangan, baru bimbing mereka untuk mengatur nafas, istigfar, wudhu dan beribadah minta dikuatkan.

:)

Begini – gini saja.

Aku hidup seperti sudah tak punya tujuan. begini gini saja. aku hidup seperti tak ada yang ingin ku gapai. begini gini saja. aku ingin beli ini itu. dunia lagi dunia lagi. aku ingin bekerja sampai lelah. dunia lagi dunia lagi.

aku sudah tak tahu mau apa dan harus bagaimana.

aku hanya mau istirahat dari semua bising. kepala ini, telinga ini, tubuh ini, sudah bekerja cukup keras. akankah bisa hidup senang? akankah bisa mati dengan tenang?

aku berlari, cahayanya tak kunjung ku lihat. jauh.. aku jatuh berkali – kali. beginikah orang yang putus asa?

kosong

apalagi yang harus ku gapai untuk mengisi hari – hari?

hal apa yang aku sukai dan aku tunggu-tunggu setiap harinya?

tak ada

tak tahu

begini gini saja.

Jangan Pergi Dulu

Dengan keadaanmu saat ini, kamu pasti berfikir bahwa seumur hidup itu sangat lama, jadi kamu ingin mengakhiri secepatnya karena sudah tak mau menunggu lagi. tapi, apakah kamu benar-benar ingin mengakhiri semuanya? coba pikir dulu, bagaimana jika tiba-tiba esok ada rejeki yang tak terduga, ada berita-berita baik. atau ada yang datang padamu, dan mengatakan “terimakasih, berkatmu aku tetap bertahan hingga sekarang”. apakah kamu masih ingin mengakhiri juga?

bagaimana kalau dimulai dari melakukan hal random yang sebelumnya tak pernah kamu coba? seperti mengungkapkan perasaanmu ke seseorang yang selama ini diam-diam kamu kagumi, mungkin. lakukan dulu, sebelum nanti akhirnya menyesal karena kamu melewatkan kesempatan.

atau, sudahkah kamu melunasi mimpi-mimpimu? bukankah banyak mimpi yang sudah kamu langitkan bertahun – tahun lamanya, masa iya kamu mau pergi sedang satu mimpimu pun belum ada yang terwujud?

tidakkah kamu ingin menjalani hobimu dulu sebelum pergi? menyenangkan dirimu dengan berkaraoke sampai suaramu hilang? berkeliling di banda neira, disana terlalu cantik untuk ditinggalkan. atau pergilah ke kedai makanan favoritmu, mungkin rasanya akan kamu ingat sampai kamu pergi nanti. tapi untuk mencapai itu semua bukankah butuh kerja lebih keras lagi? melakukan banyak hal sampai lupa kita terluka.

jangan pergi dulu..

bagaimana jika ada orang yang bersyukur kamu sudah dilahirkan? bangga dengan kamu seutuhnya. menginginkan kamu untuk terus bersama mereka yang menyayangimu

jangan pergi dulu..

kamu sangat sibuk melakukan ini itu. kalau kata orang tua, jangan pergi kalau kerjaan belum selesai, ga baik

nanti, kalau kamu duduk tersenyum melihat semuanya sudah terpenuhi, kemudian ada seseorang mendekatimu dan bertanya padamu, “sudah waktunya, istirahatlah dengan tenang dan bahagia. sudah siap kan?”

baru kamu boleh pergi.

Sudahkah Kamu Berbenah?

sebelum kamu mengatakan hidupmu hancur, katakan sejujurnya, apakah kamu hancur karena orang lain, atau karena dirimu sendiri?

apa yang sudah kamu lakukan dengan hidupmu? ekspektasi? ego?

ketenangan adalah tidak merasa melekat dengan sebuah kesenangan. tapi berdampingan dengan kesenangan

sudahkah kamu melihat dirimu sendiri dulu? lagi – lagi aku katakan, kamu tidak bisa mengendalikan hal yang di luar dirimu. kamu tidak bisa mengendalikan respon orang lain, tidak bisa mengendalikan kebencian orang lain terhadapmu, tidak bisa mengendalikan apapun. berusaha untuk tidak menunjuk keluar, tapi ke dalam. apakah dirimu sudah baik untuk orang lain?

dan lagi – lagi aku katakan. jika rumahmu saja berantakan, orang lain pun tak akan mau lama lama disana. harus lebih sering bersih – bersih, dari kapan lagi kalau bukan sekarang?

bukankah semuanya harus berbenah? bukan hanya satu orang saja. doesnt work kalau hanya satu orang.

bukankah sangat ingin menjalin hubungan yang lebih dewasa lagi? tidak lagi merasa berkorban, tidak lagi merasa harus menuntut, tidak lagi merasa mendang mending, lebih pintar lagi mengelola emosi, kalau salah satu keras, satunya tidak boleh keras. jika sudah sama – sama keras, diam dulu, tenangkan diri dulu, baru bicara lagi. semuanya dimulai darimana kalau bukan dari pola pikir diri sendiri? sekali lagi aku bilang, jangan menunjuk keluar, tunjuk ke dalam. apakah diri ini sudah baik? sudah pantas?

Bertahan

setelah semua yang terjadi, yang harus ku lakukan hanya bertahan. beberapa waktu lalu, aku sudah merasa jadi manusia yang tidak berarti apa – apa, dan ingin mengakhiri semuanya. rasa ingin mengakhiri hidup masih tertanam cukup kuat hingga aku enggan melihat wajahku. kaca di kamarku sudah lama ku singkirkan. takut jika melihat wajahku justru aku merasa iba. aku tak ingin punya rasa apa – apa.

hal yang membuatku bertahan? ya karena aku sudah mencoba dan aku masih ada sampai sekarang. ku rasa memang belum waktunya aku pergi. kata temanku, setiap orang punya tujuan kenapa diciptakan. mereka akan dipanggil ketika sudah memenuhi tujuan ia diciptakan. yaaa.. bisa disimpulkan, mungkin misiku di dunia belum selesai, makanya aku masih hidup sampai sekarang.

memang aku belum pulih, serangan cemas dan tantrum masih sering terjadi padaku. tapi sedikit demi sedikit aku mulai belajar mencari ketenangan, dengan melakukan apa yang aku suka dan aku bisa. setidaknya satu bulan sekali.

aku bersyukur ketika aku “meminta izin untuk sendiri” dan diizinkan. kadang aku memakai baju bagus saat keluar rumah, menonton film, beli popcorn, beli ice cream, ke perpustakaan daerah atau ke gramedia, kadang cuman lihat-lihat, kadang khilaf beli beberapa buku, ke cafe sendiri sambil baca buku, pesan ice chocolate, jalan – jalan ke mall, ke salon, ke toko aksesoris, nonton drama korea, film, dan youtube yang isinya komedi, atau bertemu teman – temanku. itu sudah cukup bagiku. tanpa sosial media (kecuali jualan dan hanya jualan tanpa buka explore), tanpa chat, apalagi terima telpon. 2-3 hari tanpa sosial media dalam satu bulan, itu sudah cukup bagiku untuk sedikit mengalihkan kusutnya isi kepala.

terimakasih sudah diizinkan menikmati waktu sendiri atau bersama teman-teman. mungkin itu satu – satunya cara bagiku untuk tetap bertahan sampai sekarang. aku harap segera pulih dan kita bisa jalan-jalan bersama.

Lenyap.

“kamu makin kurus saja” kata kerabat kerjaku.

sepertinya, sudah lama aku tidak memperhatikan diriku dan tubuhku. pagi ini aku di depan kaca cukup lama. sudah mulai muncul keriput dijidatku, berkantung mata, rambut yang mulai beruban, tubuhku yang kering dan kurus. selama ini, aku sudah hidup seperti apa ya?

aku hidup seperti orang kebanyakan. kerja, makan, nonton drama, nongkrong. kata orang, aku seperti sedang menikmati hidup. tapi ketika ditanya, “kamu bahagia?” aku tidak bisa menjawab apa – apa.

kata orang, aku misterius karena jarang bicara. bahkan teman dekatku tak bisa mengerti aku orang yang seperti apa. bukankah orang yang banyak diam ternyata adalah orang yang punya otak sangat ramai?

hidup selalu memberikan 2 pilihan, iya atau tidak, senang atau sedih, hitam atau putih, bertahan atau meninggalkan, cinta atau benci.

aku memilih hilang. berada di kota baru, lingkungan baru, bertemu orang – orang baru, ganti nomor, sendiri, tenang, tidak tertekan, memulai semuanya dari 0. tapi sepertinya aku tidak diizinkan Tuhan untuk ada di jalan itu. “Tuhan, sekuat apapun aku bertahan, aku ga kuat – kuat amat kok. jadi, kenapa aku diberi jalan yang sulit untuk aku jalani..” tanyaku tiap malam.

kata orang, hatiku kosong.

“iya besok aku isi teh manis, biar aku makin manis. hahaha” jawabku bercanda.

mereka bertanya padaku, jika suatu saat keinginanmu tercapai, apa kamu tidak merasa kesepian?

“bohong kalau aku tak merasa kesepian, bohong kalau aku tak takut jika tak ada orang yang mencariku, bohong kalau aku yang apa – apa bisa sendiri jadi tak butuh bantuan. tapi, ku rasa aku sudah terlatih.”

ayah menangis menunggu di depan pintu kamar anaknya setelah ia melihat anaknya mencakar dan memukul kakinya sendiri. lama. berharap pintunya dibuka. beliau berkata, “maafin ayah, ayah ga tau bahwa kamu ternyata sesakit ini.” beberapa kali mengetuk pintu. beberapa kali pula anaknya berkata, “aku tidak mau yah. tolong jangan dilanjutkan. justru aku takut, aku yang akan menyakiti banyak orang jika ini masih dilanjutkan. aku tak apa jika disakiti, aku sudah tak merasa sakit lagi. justru aku takut jika aku yang menyakiti, tak sesuai ekspektasi, sesukanya sendiri, padahal jika bicara agama, aku tidak boleh begitu. kenapa jadi aku yang harus menanggung dosa atas keputusan ini? aku tak mau! tolong mengertilah.”

ayah hanya takut malu.

si anak meraung.

percakapan selesai. tapi proses tetap berlanjut.

pernahkah kalian ada di posisi kadang ikhlas, besoknya tidak. lalu bisa ikhlas lagi dan besoknya teringat dan jadi tak bisa ikhlas lagi?

siapapun, jangan lagi menaruh ekspektasi padaku. aku juga manusia, aku tidak sempurna, aku tidak baik. aku bisa dengan mudah membuat siapapun kecewa karena tak sesuai dengan ekspetasi yang mereka ciptakan sendiri. tolong, jangan menaruh harapan apa – apa lagi padaku. aku ingin berjalan sesuai mauku.

jika masih bertanya kenapa bersamaku tidak membuatmu bahagia, ku rasa kamu sudah tau jawabannya. bagaimana aku bisa memberi bahagia ke orang lain sedangkan aku belum bisa membuat diriku sendiri merasa tenang.

jika kamu masih bertanya apakah kehadiranmu tidak membuatku bahagia, ku rasa kamu pun sudah tau jawabannya.. bersamamu, aku seperti kembali ke ruang gelap dan sesak. aku tau kamu sudah sangat berusaha memperbaiki hingga sekarang, tapi kehadiranmu di saat aku benar – benar sudah ada di titik penghabisan.

maaf, aku mungkin tak bisa memenuhi apa yang kamu inginkan. maaf, jika sampai sekarang aku tak bisa membuatmu bahagia dan terpenuhi. maaf..

ayah, ibu, anakmu selama ini sudah berusaha memenuhi keinginan dan harapan. jadi, sekarang izinkan aku menjalani hidup sesuai dengan apa yang aku mau. maaf, bukan bermaksud durhaka, tapi aku juga manusia.

Krisis Harapan

aku sedang berada di fase yang sangat tidak nyaman. Dan selalu berfikir kenapa semua hal tidak berjalan sesuai harapanku?

semua pertanyaan keluar begitu saja. dinding kamar semakin sering ku pukuli. semakin hari merasa semakin merasa buruk. mengurung diri semakin membuatku cemas. keluar kamar pun tak membuatku tenang.

aku serasa tak punya harapan tentang apapun. semakin lama aku tak ingin berharap apa – apa. aku takut jatuh kesekian kali.

aku yang dulu mungkin berfikir bahwa menjadi egois dan memiliki prinsip akan menyakiti banyak orang. aku pun menjadi orang yang hanya nurut – nurut saja. tidak bisa mengambil sikap. dan selalu bergantung dengan orang lain. tapi dewasa ini aku berfikir sebaliknya. menjadi egois tidak seburuk itu. aku juga harus memikirkan diriku sendiri. aku yang menjalani hidupku kan?

selama ini aku hidup penuh dengan pertimbangan atas perasaan orang lain. sampai aku lupa apa yg aku butuhkan. aku hidup dengan penuh kecemasan, “kalau aku pilih ini, nanti orangtuaku marah. kalau aku begini, nanti dikira anak tidak baik” selalu saja begitu. apa memang sebenarnya aku bukan orang baik ya? sampai rasanya sesulit itu dan selalu bertentangan dengan yang aku mau?

aku tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah dalam aspek ini. aku hanya ingin merasakan hidup atas diriku sendiri. pilihan – pilihan yang muncul, ya aku sendiri yang harus memilih, bukan atas dominasi orang lain. aku mau hidup tenang dengan resiko dari pilihan – pilihan yang ku ambil, bukan resiko dari pilihan orang lain atas hidupku.

aku mau hidup tenang. aku mohon.