Catatan Manusia Depresi #2

Lagi – lagi aku bicara dengan Tuhan, bagaimana hidupku besok? Apakah rencanaku untuk mengakhiri hidup sudah disetujui? atau aku harus terus menjalani dunia yg tak bisa benar – benar ku mengerti arahnya. kenapa aku harus terus bersama orang – orang yg tidak ku suka dan membuatku selalu merasa berat di setiap harinya. kenapa Tuhan lagi – lagi membawaku ke tempat yang sama dengan orang – orang yg sama pula?

Aku menghela nafas panjang. ku buka mataku dengan guling yang ku peluk erat. tanganku sibuk meraih handphone di sudut kasur. sudah berapa bulan ini aku jadi punya kebiasaan melamun setiap pagi. “apalagi yg akan aku lakukan ya hari ini? bingung..”. dan pertanyaan itu terus berputar dikepalaku. semua doa ku rapalkan untuk hidupku yg lebih baik. tapi pada kenyataannya, semua sama.

aku sudah kehilangan semua minat. padahal sebelum ini, sepertinya aku punya banyak hobi. menulis, menggambar, bermusik dan segala hal tentang seni lainnya. tapi sekarang hilang sudah rasa ingin melakukannya. dulu aku aktif di berbagai platform soundcloud, youtube, instagram yg isinya semua karya gambarku. setelah kulihat lagi, ternyata sudah 3 tahun aku tidak memperbarui apa – apa.

beberapa kali aku datang ke psikiater. dokter bilang aku mengidap major depression yang berlangsung lama dan bertahun – tahun. katanya jika tidak di tangani segera, akan sangat berdampak pada hari – hari ke depannya. entah penyakit ini sudah menjalar kemana. tapi, aku jadi punya rasa cemas berlebih tentang sesuatu yang belum tentu terjadi. bahkan sampai keringat dingin dan gemetaran. entah sejak kapan, ketika aku mendengar hal berisik, teriak, atau mendengar orang marah, secara tidak sadar aku menutup telinga dan kepalaku untuk sebisa mungkin tidak mendengar dan melihat. kalau boleh jujur, aku sempat bersembunyi di balik meja ketika mendengar teman kerja berseteru dengan partner kerjanya. aku menangis. seperti orang tak waras.

aku mulai mudah lupa. iya dari dulu aku sudah pelupa, tapi cenderung ke ceroboh. sekarang, aku cukup sering menanyakan sesuatu yg sebenarnya sudah kutanyakan beberapa menit yg lalu. sungguh ini menyiksa. aku tak ingat menaruh kunci motor sampai mau keluar rumah harus berkali – kali keluar masuk kamar karena lupa ini itu. ini juga jadi salah satu alasan aku jarang membicarakan orang lain, karena aku tak sepenuhnya ingat apa yg terjadi. daripada timbul fitnah dari hal yg tidak ku ingat, lebih baik aku diam pura – pura tak tau.

aku bertanya pada Tuhan, “Tuhan, bukankah selama ini aku sudah jadi anak baik? kenapa aku harus menjalani ini semua, Tuhan? bisakah suatu saat, bebanku ini hilang? karena sejatinya aku tak ingin benar – benar mati. aku hanya ingin beban dan tekanan ini hilang. Tuhan, engkau maha baik. bisakah suatu saat aku merasa tenang?”

lagi – lagi aku coba bicara dengan Tuhan, “Tuhan, aku sadar, dengan aku sakit, akan banyak orang yg sakit juga karenaku. mungkin aku akan membuat orang tak nyaman denganku, terlebih ketika aku sedang benar – benar menderita karenanya. tantrum yg tidak datang tanpa ketuk pintu dulu. tapi Tuhan, apakah penyebab aku begini karena ulahku atau orang – orang sekitarku? jika memang ini karena ulahku, aku akan menjalani ini sepenuhnya. tapi jika penyebabnya karena orang sekitarku, lantas kenapa harus aku yang bersusah payah untuk sembuh sendiri?”

aku teringat ucapan salah seorang teman, dia bilang, “jarang orang melihat apa sebenarnya penyebab penderita depresi. yg mereka titik beratkan selalu apa yg terjadi setelahnya, selalu efek yg terjadi padamu ke mereka. yg tadinya kamu bisa menerima dan melakukan apa yang mereka mau, ketika kamu merasa depresi dan menolak keinginan mereka, mereka tak merasa bersalah, justru lebih sering menyalahkanmu. kamu mulai merasa tidak adil. kamu selalu dianggap salah jika tak sesuai ekspektasi mereka. kamu mulai merasa tak adil, kenapa hanya kamu yang dianggap bermasalah? kenapa hanya kamu yang perlu disembuhkan? kenapa hanya kamu yang sibuk bolak – balik rumah sakit untuk temu janji dokter psikiater? kenapa bukan orang – orang yang menyebabkannya? kenapa mereka tak tahu diri dan tak merasa bersalah? apakah sebenarnya orang – orang ini adalah orang yang tidak mau menyembuhkan dirinya dan dengan mudah menularkannya ke orang lain? kamu tidak salah apa – apa.. kamu hanya sedang tidak beruntung.. jadi, jalani saja. bangkit lagi walaupun sesulit itu dijalani.”

aku menangis sejadi – jadinya.

dan dokterku pernah berkata, “orang – orang baik selalu berakhir disini. sebelum keluar dari pintu, usap air matamu, dan mulailah mencoba melangkah lebih ringan.”