Secret Admirer

Aku terlalu sibuk melihatnya, seseorang yang kupuja setahun ini. Dia teman sekelasku di kampus. Sosok yang sempurna untuk melengkapi hidupku.

Aku masih setia duduk di depan kelas, rasanya tak ingin menolehkan pandanganku darinya. Sembari tertunduk jika aku tertangkap basah melihatnya. Ini menyenangkan, Im happy do this.

Aku menyukainya sejak semester 3 lalu. Tak seorangpun tau tentang ini, masih enggan untuk menceritakan rasa suka ku, bahkan pada teman dekatku sendiri.

Dia sosok yang mudah disukai orang. Mungkin karena dia tampan, mungkin juga karena easy going. Tapi aku menyukainya bukan karena dua alasan itu. Aku menyukainya karena dia pernah merangkulku. Simpel memang, dan terlihat bodoh. Tapi memang begitu keadaannya. Ini juga salah satu alasan mengapa aku enggan untuk menceritakan pada teman-temanku. Aku malu.

Entah, mengapa aku terlalu berharap padanya. Padahal sudah jelas-jelas aku bukan orang yang ada dalam bayangannya untuk dijadikan seorang pendamping. Aku bukan apa-apa, tapi aku masih ingin berharap padanya. Berharap suatu saat dia sadar ada aku yang tulus dengannya.

Tapi, apakah dia melihatku? Mengerti bahwa aku sedang menunggunya? it’s impossible. Aku bukan Cinderella yang layak untuk dipandangi dan dimiliki. Aku bukan seorang putri yang dikenal banyak orang dan juga disegani. Aku? Tak ada apa-apanya. Aku hanya manusia biasa, dari keluarga biasa.

aku yakin orang sepertimu pasti sedang suka dengan orang lain. aku yakin orang sepertimu menyukai seseorang yang spesial. an benar semua dugaanku. kamu sedang mendekati teman sekelas. aku hanya bisa menertawai diriku sendiri. betapa bodohnya aku terlalu berharap padamu. apalagi seseorang yang kamu sukai itu cantik, rajin. aku? lagi-lagi aku menertawai diriku sendiri. sakit, tapi mau bagaimana lagi. salahku memang, aku tak ada usaha untuk mendekatimu. aku hanya bisa melihatmu saja. aku terlalu pecundang untuk urusan ini. ya, aku terlalu gengsi untuk mendekatimu dulu. menyedihkan.

aku menangisinya semalam. bahkan ibuku bertanya mengapa aku menangis. dan jawabanku hanya tersenyum. ah, ini menyakitkan, seseorang yang sudah aku sukai sejak lama dan akhirnya sekarang dia memutuskan untuk bersama orang lain.

aku berjalan gontai menuju ruang kelas, dan tak sengaja aku mendengarnya berbicara dengan teman dekatnya. dia bingung dengan posisinya. seseorang yang dia sukai itu sudah disukai lebih dulu dengan temannya. dia merasa tidak enak jika dia terus mendekatinya dengan keadaan seperti ini. lagipula mereka berbeda keyakinan. terlalu berat untuknya. tiba-tiba dia berkata, “mungkin aku akan menyerah demi kebahagiaan temanku. lagipula aku juga tak tau seseorang itu menyukaiku atau tidak. aku juga tak tau dia menganggapku spesial atau tidak. aku mencoba untuk mengiyakan keadaan ini. membiarkan mereka bahagia. mereka bahagia, aku juga bahagia. mereka berdua sama spesialnya untukku, tak mungkin aku mengkhianati mereka.”. aku terkejut dengan perkataannya. dia begitu rela, sedangkan hatinya tak mengijinkan untuk itu.

aku malu dengan diriku sendiri. aku tak pernah rela kalau dia memutuskan untuk bersama seseorang lain selain aku. aku ingin berhenti menyukainya, tapi aku tak bisa. hatiku selalu memberontak jika aku memutuskan untuk berhenti berharap padanya.

selang waktu yang lama, aku mendapat kabar lagi kalau dia sudah bersama yang lain. bukan orang yang dulu dia sukai. seseorang yang sekarang adalah adik angkatanku. dia cantik, berkerudung, dia juga pintar. ah sudahlah, mungkin ini akhir dari penantianku. tak banyak yang bisa aku lakukan kecuali merelakannya, mendoakan dia bahagia bersama pilihannya. menyakitkan memang, tapi aku ingin belajar merelakan seperti cara dia merelakan seseorang yang dulu pernah dia sukai. aku bahagia jika dia bahagia. melihatnya tersenyum saja aku sudah lega, walaupun bukan aku alasan untuk dia tersenyum. aku akan terus mencoba tegar, selalu tersenyum walaupun aku tersenyum menahan sakit. aku tersenyum dalam luka yang tak satupun orang tau. ini akhir, dan aku yang mengakhirinya.